letusan-letusan Gunung Merapi masih terjadi kecil-kecil, hari-hari
terakhir. Setiap letupan, material yang diembuskan mengandung zat
beracun berupa karbon dioksida (CO2) dan karbon (C). Namun demikian, gas
ini tidak membahayakan kesehatan warga sekitar.
"Namun demikian,
masyarakat di sekitar Merapi tidak perlu takut dan khawatir, karena
begitu dilepaskan ke atmosfir gas itu menjadi netral. Gas itu juga lebih
ringan dari udara biasa sehingga bergeraknya cenderung ke atas," kata
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi
(BPPTKG) Yogyakarta Subandrio usai memberikan sosialisasi kondisi
Gunung Merapi terkini pada musyawarah pimpinan daerah (Muspida)
Kabupaten Magelang, Daerah Istimewa Yogyakarta, di rumah dinas Bupati
Magelang, Selasa (20/5/2014).
Menurut Subandrio, gas beracun itu
tidak akan terhirup oleh warga di lereng Merapi karena kondisi pemukiman
yang berada jauh di bawah puncak Merapi. Menurutnya, pusat embusan gas
beracun di Merapi berada pada ketinggian sekitar 2900 meter, sementara
pemukiman penduduk paling atas berada di ketinggian di bawah 1000 meter.
Kondisi
Merapi, berbeda dengan keberadaan kawah-kawah di wilayah pegunungan
Dieng. Jika di Gunung Dieng, sumber semburan gas beracun memiliki titik
elevasi yang sama dengan pemukiman. "Sehingga, gas beracun berpotensi
terhirup oleh warga sekitar. Apalagi suhu di wilayah Dieng cenderung
lembab dan berbeda dengan Merapi," ujar Subandrio.
Subandrio
memaparkan, hingga saat ini tidak ada indikasi pergerakan magma yang
naik ke permukaan pasca erupsi besar tahun 2010 lalu. Dia menambahkan
letusan minor yang kerap terjadi beberapa waktu lalu di Merapi bukan
dipicu karena aktivitas magmatik Merapi. Namun, letusan minor itu hanya
aktivitas di permukaan saja. Sedangkan dibawah permukaan tersebut
terdapat material-material padat seperti abu vulkanik dan material lama.
"Jadi
di bawah permukaan itu bukan material magma baru, meskipun pijar.
Proses keluarnya material lama yang pijar dari dalam Merapi kejadiannya
hanya sebentar, maksimal 20 menit saja. Sedangkan keluarnya material
magma baru prosesnya akan berlanjut sampai terjadinya awan panas dan
kubah lava baru," papar dia.
Karbon dioksida atau zat asam arang
adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan mengengat di hidung dan
tenggorokan.
Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak
baik untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat
membahayakan kehidupan hewan. Pada manusia, karbon dioksida dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, seperti asma, bronkitis dan
radang paru-paru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar